2022. Tahun yang sama tidak menariknya. Kurang gairah, tanpa motivasi, nggak banyak hal-hal baru yang terjadi selain kenaikan gaji yang sekalipun lumayan signifikan, entah gimana ceritanya nggak ada sisa juga :))
Oh iya, sekedar himbauan mungkin gaya bahasanya bakal campur aduk
di satu tulisan ini sebab saya males milih diksi. Jadi, mohon dinikmatin aja
tulisan seadanya yang satu ini. Terimakasih.
Sekalipun nggak
banyak kejadian yang ‘noteworthy’, tapi ada beberapa perkara lewat yang buat
saya mikir ulang tentang berbagai urusan. Hal-hal yang sebelumnya udah jadi
semacam pikiran baku menjurus bebal; dan yang sempat bersemayam, diam lama di kepala
saya nyampe beku, perlahan berubah cair tanpa ada jejak sisa reaksi fisika
sekalipun.
Januari
Awal tahun ini
dibuka sama undangan nikahan temen deket saya. Berani ngasih label ‘deket’ karena
kita ada di satu multichat LINE yang sama yang isinya cuma sekitar sepuluh
orang. Lupa jumlah persisnya karena LINE juga udah ga pernah saya buka ya.
Jadi, yaudah terima aja klaim sepihak tadi. Sebenernya sama sekali nggak ada
kaget-kagetnya denger kabar dia nikah karena di satu ‘circle’ kecil kita ini
emang kelihatan kalo dia rencana hidupnya yang paling ter-talitha si. (read: tertata.
Semua orang yang namanya talitha sebutannya Tata dong bener. Tidak menerima komplain
juga atas jokes tidak mendidik ini. Terimakasih).
Kebetulan seumur
hidup cuma ada dua pernikahan yang aku perhatiin dan lumayan berbekas ke
pemikiran aku pribadi. Pertama, pernikahan kakakku sendiri, empat tahun yang
lalu kalau nggak salah. I’m suck at
recalling when things exactly happened. Jadi, yaudah lah ya. Poinnya adalah
kenapa pernikahan itu berkesan? Karena tepat di momen itu juga hubungan saya
dan orang yang saya sukai berakhir. Biasa saja mungkin atau memang aku yang
terlalu berlebihan menanggapi kejadian barusan. Tapi, momen itu merupakan satu
momen yang saya ikuti betul sedari proses persiapan sampai acaranya kelar dan
juga momen pertama kali bayang-bayang pernikahan mampir masuk ke dalam otak.
Sialnya, orang yang masuk bersamaan bayang-bayang tadi adalah wanita yang sama
yang memutuskan untuk menyudahi apa-apa yang saya pikir baru bermula. Jadilah
otak dan seisi kepala saya meledak. Gambaran kejadian ini mirip banget sama
luka kaki yang kena knalpot motor yang abis dipake touring keliling Jawa-Bali. Kaget dan berbekas.
Well, after what happened between us, there used to be kind of
misunderstandings, but it’s
now all clear and we ain’t holding no grudge nor hatred to each other. Wish her
everlasting happiness :))
Setelah kenangan
buruk tadi tentang pernikahan, momen pernikahan terakhir yang berkesan adalah
nikahan temenku ini. Aku sendiri nggak sedemikian pedulinya sama kebahagiaan
orang, tapi pas itu aku beneran turut berbahagia. Sedikit. Dengan penuh semangat naik Supra tua dari Solo ke Purwokerto
yang berujung sakit pinggang demi memenuhi undangan yang ga terlalu effort sebenernya. Sebab dia ngasihnya
juga cuma lewat undangan online. Yahhh..
Solo-Purwokerto doang lebay. Mohon maap sebelumnya, tapi memang saya
selemah itu. Sekedar informasi tambahan bahwasanya perjalanan naik motor tadi
adalah yang pertama dan terakhir kalinya karena nyampe rumah kapok dan motornya
ada yang nawar. Harga cocok, saya jual :)) Mantap memang saya.
Pernikahan yang
sangat menggembirakan suasananya. Sebab selain dia sudah berhasil menunaikan sunnah
rasul (pemilihan kalimat ini disengaja demi membangun kesan islami pada
karakter si punya hajat), hari itu juga menjadi hari dimana temen-temen saya
yang sudah menyebar ke berbagai kota kembali ngumpul. Sangking bahagianya, saya
harap temen saya satu ini menikah lagi untuk yang kedua kalinya. Supaya apa? Tentu
saja menjalankan sunnah yang kedua yakni poli…
klinik. Ralat. Supaya kembali kumpul tentunya. Tapi
kayaknya ngga gitu juga si solusinya. Lupakan!
Pernikahan orang
ini, merubah total isi kepala saya tentang pernikahan dari yang semula “kayaknya
nggak deh buat nikah. Bujang, bujang dah seumur hidup. Bisa bisa..” menjadi “Ini
sewa gedung berapa ya, katering, sewa baju, sewa dekor, sendok, garpu, sewa
mempelai wanita. Banyak juga.” I mean it
in a positive way. Karena pemikiran yang berangkat dari ‘kayaknya nggak
nikah nggak ngaruh-ngaruh amat”, pada akhirnya bertransformasi ke pemikiran
yang sedemikian pusingnya seolah bulan depan juga udah harus pusing mikirin
persiapan ini itu. Tidak lain dan reza bukan ya karena suasanya positif dan
menyenangkan. Semua jokes yang sekiranya
bakal mendapat respon ‘apaan si’ akan saya tuntaskan pada tulisan ini sehingga
dimohon kesabaran dan kebesaran hatinya. Terimakasih. Hampir semua bagian
pada acara ini sangat menyenangkan kecuali satu yaitu sewaktu mempelai dan para
tamu tiba-tiba joget TikTok di tengah
acara. Skip!!
Februari
Satu-satunya
momen yang aku inget adalah dimana radang tenggorokanku kumat sedemikian parah
nyampe batuk kering keluar darah. Dan kasus demikian tidak lebih dari sekadar
repitisi atas apa-apa yang sering kali saya lakoni. Lupa minum air putih sebelum tidur. Kindly reminder: Perbanyak minum air putih, cintai tenggorokan,
ginjal dan orang yang tepat.
Setiap peristiwa
memiliki dua sisi. Pun demikian dengan apa-apa yang lewat cerita barusan saya
alami. Kejadian tadi berbuah satu lembar surat keterangan dokter yang
mengharuskan saya istirahat satu minggu penuh. Di saat temen-temen kantor off karena Covid-19, saya tetap
istiqomah dengan radang pembawa berkah. Satu lagi. Hai bu dokter!! Saya udah cerita punya radang tenggorokan yang
kadang kambuh ini itu panjang lebar. Kenapa kelar anda periksa dan anda sendiri
diagnosa kalo itu faringitis akut masih
anda suruh saya swab!?? Hei!!
Tolong.. saya jadi keinget perkara itu dan belom ikhlas sebab saya lupa minta
nota dan nggak bisa klaim ke kantor. Astaghfirullah..
Emang nyalahin orang jalan keluar paling gampang ya buat menjustifikasi
ketololan diri pribadi ini dong pun. (Gaya bahasa demikian dapat dengan mudah
dijumpai di podcast dan YouTube channel GJLS. Terimakasih)
Februari pendek
si. Alasan utamanya masih baru keluar dibulan November, jadi mohon salami dulu
bacaan ini dengan sabar, satu demi satu. Lanjut Maret dulu.
Maret
Bulan ketiga
tahun ini adalah bulan lahirnya Eskapis,
satu judul show podcast yang sepenuhnya berisi tentang diri saya sendiri.
Pemilihan nama Eskapis berangkat dari rasa jenuh dan bosan akan pekerjaan yang
gitu-gitu aja. Tiga tahun di kota orang dengan segala halnya yang repetitif cukup
menguras energi dan pikiran. Tidak lagi antusias dan kemauan buat bertahan udah
mulai ilang-ilangan. Merasa butuh satu wadah buat kabur sebab uang bulanan dari
kantor masih terlalu menggiurkan misal cabut beneran dari kerjaan. Lewat
Eskapis saya pengen kabur dari apa-apa yang rutin saya lakuin. Intinya itu si.
Sembilan episode
udah mengudara di Spotify dan beberapa platform
lain yang sayangnya tidak lebih digandrungi khalayak umum. Sembilan episode
yang sepi pengunjung. Tidak sedemikian peduli juga sebab isinya memang sampah,
jadi yaudah. Sebuah show yang untuk sementara belum lagi berlanjut karena
akhirnya sadar ternyata ngomong sendiri subuh-subuh susah juga. Kenapa dini
hari ngambilnya? Tentu karena jam-jam segitu suasananya paling mendukung alias
tidak bising, dan kebetulan kalo weekend saya jarang tidur. Simpel.
I’m not that one person to talk a lot in public, so making this
show is simply kind of a way to fulfill my desire to be heard. Tiba-tiba
bahasa inggris. Aneh. Sama anehnya
kayak orang yang ngaku introvert tapi pengen diperhatiin. Yup, betul. Orang tersebut
adalah saya sendiri. Mana introvertnya self-diagnose
lagi, khas pemuda-pemudi masa kini. Introvert—introvert
taek. Padahal emang saya murni nggak seru aja di tongkrongan. #tiba-tiba
kesel sendiri.
Episode ke
sepuluh bakal tayang walaupun entah kapan. Sebab episode kelima kemarin
tiba-tiba review buku, jadi kayak matokin buat review lagi tiap lima episode
sekali. Masih belom nemu bahan yang cocok buat diulik, jadi sementara lanjut
dulu ke bulan ke empat.
April
Langsung akhir
bulan aja, karena nggak bener-bener inget apa yang kejadian di bulan ini. Di
penghujung april udah masuk libur panjang dari kantor karena bentar lagi masuk
hari lebaran. Setelah dua tahun sebelumnya nggak mudik lebaran karena ada
Covid-19. Nggak seberpengaruh itu si sebenernya pandemi tadi. Emang murni tidak
seantusias itu buat pulang dan ngumpul bareng keluarga besar yang sangking
besarnya beberapa anggotanya pun aku gatau namanya. Ini siapa, ini siapanya
siapa, pusing aku.
Lebaran ketiga
akhirnya memutuskan buat pulang karena dalih tidak bisa mudik karena Covid
sudah tidak sebegitu laku. Momen lebaran yang nggak jauh beda sama
lebaran-lebaran sebelumnya, karena masih belum ada saudara yang nanyain kapan
nikah dan rentetan pertanyaan lain yang lebih kurangnya saling berkesinambung. Kita
emang murni nggak sedeket itu aja kebetulan, jadi nggak ada yang berani
basa-basi menggunakan pertanyaan template
khas Om dan Tante julid yang berkedok menjalin silaturrahmi. Begitulah. Sekalipun nggak ngerti juga
kenapa di bulan ini seolah mendadak nadanya berubah ketus.
Mei
Bulan saya lahir.
I don’t celebrate my birthday tho. Persis
sama apa yang dinyanyiin Adhitia Sofyan di salah satu lagunya. Pun apa bedanya
lahir Mei sama Januari? I just don’t get
it, so be it. Menurut arsip IG stories, di bulan ini saya nayangin tiga
judul post yang berbeda di blog ini. Dan yang demikian menjadikan bulan Mei
sebagai bulan paling produktif sepanjang 2022. Mana mantep-mantep lagi
tulisannya. Self-claim, maaf. Yang
pertama ada puisi Noise of Silence, ada
lagi The Secret Art of Lowering Expectation,
sama Review lagunya Adhitia Sofyan yang Tokyo
Lights Fade Away. Lagu yang menurut Spotify wrap menjadi lagu yang paling
sering aku puter di 2022. Keren-keren itu tulisannya. Boleh dicek sendiri. Taruhan
juga boleh. Misal nggak setuju boleh ngadu lewat direct message IG-ku. Nanti aku gofood-in kopi.
Juni
Satu-satunya yang
aku inget di bulan ini, aku klaim kacamata untuk yang ketiga kalinya pakai budget kantor. Satu tahun satu kacamata cuma-cuma
adalah bagian paling menarik dari bergabung di korporasi ini. Tentu saja frame
ternama semacam agnès b, Jaguar, ST
Dupont tidak mungkin dengan ikhlasnya aku keluarkan dari kantong sendiri
kan sekalipun mikir sebelas kali. Gatau kalo duabelas kali. Dan yang paling
mantep dari fasilitas ini adalah aturan dimana fasilitas tadi bisa diajukan
buat anak dan istri yang mana sayangnya tidak berlaku buat bujangan seperti
diri ini pribadi.
Demi apapun,
semakin kesini tulisannya makin pendek bukan karena males. Tapi emang sumber
satu-satunya memori saya sekadar apa-apa yang pernah saya unggah dan tersimpan
di arsip Instagram. Jadi, mohon dimaklumi. Kok bisa? Cerita lengkapnya akan
segera tersaji di rangkuman bulan November. Tapi ini baru mau masuk Juli.
Juli
Juli adalah bulan
yang gatal-gatal. Gegara kucing ibu kos yang suka menyelinap masuk ke kamar
lewat jendela dan tiduran di kasur, saya kehilangan tempat tidur. I ain’t scared of cats, they just give me
the creeps. Jadi ga bisa ngusirnya juga, apalagi megang. Aku ga benci juga
sama kucing. Bahkan kalo orang-orang bilang kalo kucing itu hewan yang paling
lucu, aku setuju. As long as they keep
their distance for at least a meter away from me, I still believe they are the cutest
of all creatures. But then again, once their silky fur touch me, I’m all done.
Tadinya tiap dia
naik ke kasur, kelarnya sprei pasti aku ganti. Tapi berhubung stok sprei-ku
juga ga banyak, suatu hari terpaksalah itu aku cuma kibas-kibas doang si sprei
seadanya. Besok paginya bentol-bentol saya sebadan, tiga minggu belom beres
juga itu. Minum antihistamin tiap hari nyampe candu. Mulai saat itu, jendela
kosan selalu saya tutup tanpa celah. Emang paling bener kata teori Darwin kalo
mencegah lebih baik daripada mencintaimu.
Agustus
Bulan delapan ke
semarang sebab ada kerjaan sampingan yang terlalu menggiurkan buat dilewatkan.
Sayang sekali, pekerjaan tadi berujung patetis bagi si para penyewa jasa
sekalipun akhirnya beres juga. Sangat disayangkan bahwasanya cerita tersebut
tidak layak tayang. Selain itu, penghujung Agustus juga jadi waktu dimana episode
terakhir Eskapis mengudara. Sebab di bulan selanjutnya, tercetuslah podcast
baru dengan judul…
September
Cerita Wong
Kabupaten (Cewok). Sebuah podcast show yang terdiri satu orang kabupaten
introvert, satu orang yang mengaku anak kota, dan satu terakhir merupakan
manusia paling berisik di tempat kami bekerja. Podcast yang lebih matang
persiapannya di banding Eskapis tentu saja. Mulai dari peralatan rekaman
seperti microphone, materi dan segala macamnya. Sekalipun sewaktu member ketiga
kita bergabung, kualitas audio menurun tajam sebab fitur omni-directional dari
microphone yang saya mampu beli masih jauh dari mumpuni.
Berangkat dari
keresahan kita akan kelakuan makhluk-makhluk countryside yang terlampau unik, podcast ini lahir (dan batin). Tiiiidak dong!! Cewok
sendiri merupakan satu kosa kata dalam Bahasa Jawa yang berarti cebok yang jika
ditarik secara filosofis berarti lewat podcast ini kita bertiga ingin
mengeluarkan unek-unek kita sebenernya akan tingkah dan polah warga kabupaten
yang mesti kita basuh sebersih mungkin. Begitulah kurang lebihnya filosofi dari
nama Cewok yang kita lempar sedemikian tiba-tibanya di episode kedua. Podcast show
ini lumayan segmented sebab kita memutuskan untuk menggunakan Bahasa Jawa penuh
dalam penyampaiannya. Tidak begitu peduli juga, karena tidak satupun member
yang berharap podcast ini tenar. So be
it.
Sejak pertama
kali mengudara di bulan Sembilan, podcast dengan konsep bola basket ini sudah merilis
sebelas episode yang tidak mendidik. Kenapa kita sebut bola basket? Sebab tidak
satupun host podcast ini yang memilik rasa tanggung jawab ketika menyusun guyon
dan cenderung selalu melempar ujung patahan jokes-nya
ke orang lain. Misal bapak-ibu sekalian tertarik untuk menilik show ini, kami senantiasa setia menunggu
kehadiran kuping-kuping sebelah kiri bapak-ibu sekalian di Spotify. Sayangnya
memang pada saat tulisan ini dibuat, Cewok sudah libur tiga minggu dikarenakan
salah satu host dari podcast ini sedang mati suri. Lebih tepatnya, mati suri
untuk yang kedelapan kalinya sepanjang tahun 2022.
Oktober
Sekian dan
terimakasih.
November
Selamat datang di
bulan November. Bulan dimana hape saya kesiram kopi. Itu penyebab utama kenapa
banyak memori saya tentang 2022 yang hilang. Hape lama masih mati total. Satu-satunya
sumber ingatan buat nulis rekap 2022 cuma sekadar apa-apa yang pernah saya
unggah di Instagram baik ig stories maupun ig feeds yang masih bisa diakses lewat fitur arsip. Data kerjaan
hilang, berkas-berkas pribadi hilang, foto-foto doi hilang, bahkan si doi
sendiri juga nyusul ikut menghilang. Mantap. Dengan apa-apa yang terjadi di
bulan ini, layak sepertinya jika November dinobatkan sebagai bulan kehilangan.
Aneh juga sebab
tiba-tiba di cerita rekap tahun ini mendadak nyelip cerita romansa yang luruh.
Dapetnya kapan, mulainya kapan, nggak ada basa-basinya. Ya memang sesingkat
itu. Guess I ain't suited to play role in a romance drama and that's why it didn't last long enoough. Well, that ain’t the point of the
story. Here it is.
It surprised me that we broke up, but… I even more surprised that
I ain’t that surprised. Well, she’s someone that I wanted and waited for long.
And that made happy to actually have a chance to be with her, but… the very
moment I got her I didn’t think I was as happy as I thought it would be. The
same thing went for the moment we ended all the good stuffs. I ain’t that sad
and I started questioning myself. What do I really want?
Aneh memang. I don’t believe that it only happened on me.
Maybe that’s just how most human feel as they grow older. I didn’t mean that
people become emotionless as they grow up, but maybe we just have less emotion.
We don’t have the luxury to feel those exploding emotion of love, sadness,
anger and stuffs anymore. Maybe. Just maybe. I don’t even understand if this is
a bliss or curse. Well ya, so be it.
Hal yang sama
terjadi sewaktu hape lama saya kesiram kopi. Bangun tidur, alarm bunyi. Niat
hati mau matiin alarm hape yang aku taruh di atas meja yang justru berakhir
numpahin secangkir kopi di sebelahnya. Aku bahkan nggak sempet panik. Dengan santainya
ngambil tisu sebanyak mungkin dari tempatnya, sebisa mungkin ngehalangin air
kopi yang terlanjur tumpah supaya nggak terjun bebas dari atas meja ke kasur.
Sebab, misal kasur kena juga, bakalan repot bersihinnya karena nggak sekadar
basah tapi kotor dan lengket. Tumpahan kopi terkendali, meja beres dilap
bersih, ngerokok dengan tenang.
Astaga…, hape? laptop?
Desember
Akhir tahun saya tutup dengan kemiskinan.
"Pun apa bedanya lahir Mei sama Januari?"
ReplyDeleteAkan jadi beda jika kamu dan temanmu lahir di tahun yang sama, namun dirimu di awal sedangkan temanmu di penghujung tahun.
Dulu tak terlalu memperdulikan, hingga tiba-tiba di usia saat ini jadi berpikir "kita tuh hampir beda setaun juga kalau dipikir² ya?"
Rasanya jadi terasing karena merasa (dan memang) terlebih dahulu melewati hidup.
That ain't the point, but okay..
ReplyDelete